KODE DAN NOMOR SERI FAJTUR PAJAK STANDAR DI INDONESIA
KODE DAN NOMOR SERI FAKTUR
PAJAK STANDAR
A. Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Standar.
- Format Kode Faktur Pajak Standar terdiri dari 6 (enam) digit , yaitu :
a. 2 (dua) digit pertama adalah Kode
Transaksi,
b. 1 (satu) digit berikutnya adalah Kode Status,
c.
3 (tiga) digit berikutnya adalah Kode
Cabang,
2. Format Nomor Seri Faktur Pajak Standar terdiri dari
10 (sepuluh) digit, dengan rincian sebagai berikut:
a. 2 (dua) digit pertama adalah Tahun Penerbitan.
b. 8 (delapan) digit berikutnya adalah Nomor Urut.
Sehingga format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Standar secara keseluruhan menjadi sebagai berikut:
0
|
0
|
0
|
.
|
0
|
0
|
0
|
-
|
0
|
0
|
.
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur
Pajak Standar, harus lengkap sesuai dengan
banyaknya digit.
Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri
Faktur Pajak Standar berikut artinya :
010.000-07.00000001, berarti penyerahan kepada Selain Pemungut
PPN, Faktur Pajak Standar Normal (bukan Faktur Pajak Standar Pengganti),
diterbitkan tahun 2007 dengan nomor urut 1.
011.000-07.00000005, berarti penyerahan kepada Selain Pemungut
PPN, Faktur Pajak Standar Pengganti. Faktur Pajak Standar Pengganti diterbitkan
tahun 2007 dengan nomor urut 5. Dalam hal ini Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak
Standar yang diganti harus dicantumkan dalam kolom yang telah disediakan (yaitu
kolom Kode dan Nomor Seri FP yang diganti).
B. Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomor Seri
Faktur Pajak Standar.
1. Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada
Faktur Pajak Standar
a. Kode Transaksi diisi dengan ketentuan
sebagai berikut:
-
|
01
|
digunakan untuk penyerahan kepada selain Pemungut PPN.
Kode ini digunakan atas penyerahan BKP/JKP kepada pihak lain yang bukan
Pemungut PPN, termasuk penyerahan kepada Perwakilan Negara Asing atau
Perwakilan Organisasi Internasional yang tidak mendapat persetujuan untuk
diberikan fasilitas perpajakan oleh Menteri Keuangan, dan penyerahan BKP/JKP
antar Pemungut PPN selain Bendaharawan, yang PPN-nya dipungut oleh pihak yang
menyerahkan BKP/JKP.
Kode ini digunakan dalam hal penyerahan dilakukan kepada selain Pemungut
PPN dan bukan merupakan jenis penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode 04
sampai dengan kode 09.
|
-
|
02
|
digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah.
|
-
|
03
|
digunakan untuk penyerahan kepada Pemungut PPN Lainnya (selain
Bendaharawan Pemerintah).
Kode ini digunakan atas
penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN selain Bendaharawan Pemerintah, dalam
hal ini KPS Migas selaku Pemungut PPN.
|
-
|
04
|
digunakan untuk penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain kepada selain
Pemungut PPN.
Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP
dengan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002.
|
-
|
05
|
digunakan untuk penyerahan yang Pajak Masukannya diDeemed kepada selain Pemungut PPN.
Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang PPN-nya dihitung dengan menggunakan Deemed Pajak Masukan
|
-
|
06
|
digunakan untuk penyerahan Lainnya kepada selain Pemungut PPN.
Kode ini digunakan atas penyerahan BKP
dan/atau JKP selain jenis penyerahan pada kode 01 sampai dengan kode 05,
antara lain:
a. Penyerahan yang menggunakan tarif selain
10%, contohnya penyerahan JKP di bidang pertambangan yang bersifat lex
specialis, yang terutang
Pajak Penjualan dengan tarif 5%.
b. Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di
dalam negeri oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang
dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau dengan mengacu pada
ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002
tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai
atas Penyerahan Hasil Tembakau.
|
-
|
07
|
digunakan untuk penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya Tidak
Dipungut kepada selain Pemungut PPN.
Kode ini digunakan atas Penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya Tidak
Dipungut berdasarkan peraturan khusus yang berlaku, antara lain:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995
Tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan
Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 2001.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1996
tentang Perlakuan Perpajakan bagi Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entrepot
Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) Dan Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat
(KB).
c. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996
tentang Tempat Penimbunan Berikat yang diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
101/PMK.04/2005.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2000
tentang Perlakuan Perpajakan di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 147 Tahun 2000.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003
tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone)
Daerah Industri Pulau Batam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 30 Tahun 2005.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2005
tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Avtur Untuk
Keperluan Penerbangan Internasional.
g. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
128/KMK.05/2000 tentang Toko Bebas Bea.
h. Keputusan Menteri Keuangan Nomor
231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan
Bea Masuk sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 616/PMK.03/2004.
i. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
60/PMK.04/2005 tentang Tempat Penimbunan Berikat di Pulau Batam, Bintan dan
Karimun sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
89/PMK.04/2005.
j. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
61/PMK.04/2005 tentang Perlakuan Perpajakan dan Kepabeanan Dalam Rangka
Proyek Pengembangan Pulau Bintan dan Pulau Karimun.
|
-
|
08
|
digunakan untuk penyerahan yang Dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN
dan PPn BM kepada selain Pemungut PPN.
Kode ini digunakan atas penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN
atau PPN dan PPn BM, berdasarkan peraturan khusus yang berlaku antara lain:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun
2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau
Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2003.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001
tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat
Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46
tahun 2003.
c. Vienna Convention
Tahun 1961 dan Tahun 1963 jis. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1982 dan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 25/KMK.01/1998 yang diatur lebih lanjut dengan Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-10/PJ.52/1998 tentang
Restitusi/Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas
Barang Mewah Kepada Perwakilan Negara Asing/Badan-badan Internasional Serta
Pejabat/Tenaga Ahlinya.
|
-
|
09
|
digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D kepada selain Pemungut PPN.
|
b. Penyerahan kepada selain Pemungut PPN
dapat meliputi penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain dan/atau penyerahan
yang Pajak Masukannya diDeemed dan/atau
penyerahan lainnya dan/atau penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn BM-nya Tidak
Dipungut dan/atau penyerahan yang Dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan
PPn BM dan/atau penyerahan Aktiva Pasal 16D
c. Dalam hal terdapat penyerahan sebagaimana
dimaksud pada butir 1.b maka Kode Transaksi yang digunakan adalah Kode
Transaksi berdasarkan jenis penyerahan. Contoh penyerahan jasa biro perjalanan
yang Dasar Pengenaan Pajak-nya menggunakan Nilai Lain sebesar 10% (sepuluh
persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih, dilakukan
kepada selain Pemungut PPN dengan Faktur Pajak Standar, maka Kode Transaksi
yang digunakan adalah ’04’ bukan ’01’.
d. Penyerahan yang menggunakan Kode Transaksi
’01’ adalah penyerahan kepada selain Pemungut PPN yang jenis penyerahannya
tidak termasuk dalam kategori penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain
dan/atau penyerahan yang Pajak Masukannya diDeemed
dan/atau penyerahan lainnya dan/atau penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn
BM-nya Tidak Dipungut dan/atau penyerahan yang Dibebaskan dari pengenaan PPN
atau PPN dan PPn BM dan/atau penyerahan Aktiva Pasal 16D.
e. Penyerahan kepada Pemungut PPN baik
Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah maupun Pemungut PPN Selain Bendaharawan
Pemerintah dapat meliputi penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain dan/atau
penyerahan yang Pajak Masukannya diDeemed
dan/atau penyerahan lainnya dan/atau penyerahan yang PPN atau PPN dan PPn
BM-nya Tidak Dipungut dan/atau penyerahan yang Dibebaskan dari pengenaan PPN
atau PPN dan PPn BM dan/atau penyerahan Aktiva Pasal 16D.
f. Dalam hal terdapat penyerahan sebagaimana
dimaksud pada butir 1.e maka Kode Transaksi yang digunakan adalah Kode
Transaksi kepada Pemungut PPN baik Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah maupun
Pemungut PPN Selain Bendaharawan Pemerintah.
Contoh penyerahan kendaraan bermotor bekas yang Dasar Pengenaan
Pajak-nya menggunakan Nilai Lain sebesar 10% (sepuluh persen) dari Harga Jual,
dilakukan kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah dengan Faktur Pajak
Standar, maka Kode Transaksi yang digunakan adalah ’02’ bukan ’04’.
2. Tata Cara Penggunaan Kode Status pada
Faktur Pajak Standar
Kode Status, diisi dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. 0 (nol) untuk status normal;
b. 1 (satu) untuk status
penggantian.
3. Tata Cara Penggunaan Kode Cabang pada
Faktur Pajak Standar
a. Kode Cabang diisi dengan ketentuan
pengisian sebagai berikut:
i. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang memiliki
lebih dari 1 (satu) tempat pajak terutang yang dipusatkan secara jabatan pada
Kantor Pelayanan Pajak yang menerapkan Sistem Administrasi Modern (SAM), namun
:
- sistem penerbitan Faktur Pajak Standar-nya
belum online antara Kantor Pusat dan
Kantor-kantor Cabang-nya; dan/atau
- Kantor Pusat dan/atau
Kantor-kantor Cabang-nya ada yang ditetapkan sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat
dan/atau ditetapkan sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat dan/atau berada di
Pulau Batam dan/atau mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor;
maka Kode Cabang ditentukan sendiri secara berurutan, diisi dengan kode
’000’ untuk Kantor Pusat dan dimulai dari kode ’001’ untuk Kantor Cabang.
ii. Bagi
Pengusaha Kena Pajak selain dari Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada
butir 3.a.i., Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar diisi dengan kode
’000’.
b.
Pengaturan Kode Cabang bagi
Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 3.a.i. adalah sebagai
berikut :
i. Untuk pertama
kali sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Pengusaha Kena
Pajak dapat mengurutkan Kode Cabang menurut cara yang dianggap paling mudah,
namun untuk penambahan Kode Cabang baru setelah berlakunya Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini Pengusaha Kena Pajak dapat mengurutkan Kode Cabang
berdasarkan tanggal pengukuhan masing-masing Kantor Cabang.
Contoh
: Pengusaha Kena Pajak memiliki Cabang 3 di Surabaya, 3 di Medan, 1 di Batam
berstatus sebagai Pengusaha Di Kawasan Berikat dan Pusatnya ada di Menado, maka
Pengusaha Kena Pajak dapat menentukan Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak
Standar sebagai berikut :.
No.
|
Kantor Pusat/Cabang
|
Tanggal Pengukuhan PKP
|
Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar
|
1.
|
Menado
|
5 Agustus 2000
|
’000’
|
2.
|
Cabang Surabaya 1
|
10 Desember 2000
|
’001’
|
3.
|
Cabang Surabaya 2
|
25 Januari 2003
|
’002’
|
4.
|
Cabang Medan 1
|
1 Januari 2001
|
’003’
|
5.
|
Cabang Medan 2
|
15 April 2003
|
’004’
|
6.
|
Cabang PDKB Batam
|
23 Juli 2003
|
’005’
|
7.
|
Cabang Surabaya 3
|
15 Januari 2007
|
’006’
|
8.
|
Cabang Medan 3
|
15 Februari 2007
|
’007’
|
ii. Kode Cabang
dapat ditambah dan/atau dihentikan penggunaannya karena adanya penambahan
dan/atau pengurangan Kantor Cabang sesuai dengan perkembangan usaha.
iii. Peruntukan
Kode Cabang tidak boleh berubah, dan Kode Cabang yang sudah dihentikan
penggunaannya tidak boleh digunakan kembali.
c.
Dalam masa peralihan, bagi
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pemusatan tempat pajak terutang yang
keputusan pemusatannya diterbitkan sebelum Peraturan Direktur Jenderal ini
berlaku, namun :
-
sistem
penerbitan Faktur Pajak Standar-nya belum online
antara Kantor Pusat dan Kantor-kantor Cabang-nya; dan/atau
-
Kantor Pusat dan/atau
Kantor-kantor Cabang-nya ada yang ditetapkan sebagai Penyelenggara Kawasan
Berikat dan/atau Pengusaha Di Kawasan Berikat dan/atau berada di Pulau Batam
dan/atau mendapat fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor;
maka pengisian Kode Cabang pada Kode
Faktur Pajak Standar dilakukan sama dengan pengisian Kode Cabang pada Kode
Faktur Pajak Standar yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada butir 3.a.i. sampai dengan berakhirnya masa berlaku pemusatan
sepanjang sesuai dengan ketentuan yang
mengatur mengenai pemusatan tempat pajak terutang.
4. Tata Cara Penggunaan Tahun Penerbitan pada
Faktur Pajak Standar
Tahun Penerbitan yang digunakan pada Nomor
Seri Faktur Pajak Standar ditulis dengan mencantumkan dua digit terakhir dari
tahun diterbitkannya Faktur Pajak Standar, contohnya tahun 2007 ditulis ‘07’.
5. Tata Cara Penggunaan Nomor Urut pada
Faktur Pajak Standar
a. Nomor Urut pada Nomor Seri Faktur Pajak Standar dan
tanggal Faktur Pajak Standar harus dibuat secara berurutan, tanpa perlu
dibedakan antara Kode Transaksi, Kode Status Faktur Pajak Standar, atau mata
uang yang digunakan dalam transaksi.
Contoh :
010.000-07.00000001, berarti penyerahan kepada Selain Pemungut
PPN, Faktur Pajak Standar statusnya adalah Normal, diterbitkan tahun 2007
dengan nomor urut 1.
020.000-07.00000002, berarti penyerahan kepada Pemungut
Bendaharawan Pemerintah, Faktur Pajak Standar Normal, diterbitkan tahun 2007
dengan nomor urut 2.
010.000-07.00000003, berarti penyerahan kepada Selain Pemungut
PPN, Faktur Pajak Standar Normal, diterbitkan tahun 2007 dengan nomor urut 3,
dengan mata uang asing.
011.000-07.00000004, berarti penyerahan kepada Selain Pemungut
PPN, Faktur Pajak Standar statusnya adalah Pengganti, diterbitkan tahun 2007
dengan nomor urut 4.
b. Penerbitan Faktur Pajak Standar dimulai dari Nomor
Urut 1 pada setiap awal tahun takwim, yaitu mulai Masa Pajak Januari dan secara
berurutan, kecuali bagi Pengusaha Kena Pajak yang baru dikukuhkan, Nomor Urut 1
dimulai sejak Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Bagi Pengusaha Kena
Pajak sebagaimana dimaksud pada butir 3.a.i, maka Nomor Urut 1 (satu) dimulai
pada setiap awal tahun takwim Masa Pajak Januari pada masing-masing Kantor
Pusat dan Kantor-kantor Cabangnya, kecuali bagi Kantor Cabang yang baru
dikukuhkan, Nomor Urut 1 dimulai sejak Masa Pajak Kantor Cabang
dikukuhkan. Contoh :
010.000-07.00000001, berarti penyerahan kepada Selain Pemungut
PPN, status Faktur Pajak Standar adalah Normal, dilakukan oleh Kantor Pusat,
diterbitkan tahun 2007 dengan nomor urut 1.
020.000-07.00000002, berarti penyerahan kepada Pemungut
Bendaharawan Pemerintah, status Faktur Pajak Standar adalah Normal, dilakukan
oleh Kantor Pusat, diterbitkan tahun 2007 dengan nomor urut 2.
010.001-07.00000001, berarti penyerahan kepada Selain Pemungut
PPN, status Faktur Pajak Standar adalah Normal, dilakukan oleh Kantor Cabang
ke-1 (satu), diterbitkan tahun 2007 dengan nomor urut 1.
020.001-07.00000002, berarti penyerahan kepada Pemungut
Bendaharawan Pemerintah, status Faktur Pajak Standar adalah Normal, dilakukan
oleh Kantor Cabang ke-1 (satu), diterbitkan tahun 2007 dengan nomor urut 2.
020.000-07.00000003, berarti penyerahan kepada Pemungut
Bendaharawan Pemerintah, status Faktur Pajak Standar adalah Normal, dilakukan
oleh Kantor Pusat, diterbitkan tahun 2007 dengan nomor urut 3.
c. Apabila sebelum Masa Pajak Januari tahun berikutnya,
Nomor Urut telah habis digunakan oleh Pengusaha Kena Pajak (termasuk Nomor Urut
di Kantor Pusat dan/atau Kantor-kantor Cabang bagi Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada butir 3.a.i.), maka Pengusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur
Pajak dengan Nomor Urut dimulai dari Nomor Urut 1 (satu). Contoh bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada butir 3.a.i.:
No.
|
Kantor Pusat/Cabang
|
Kode Cabang pada Kode Faktur Pajak Standar
|
Tahun Takwim
|
Nomor Urut yang telah diterbitkan s.d. tanggal
16 November 2007
|
1.
|
Menado
|
’000’
|
2007
|
00000001 s.d.
00000040
|
2.
|
Cabang Surabaya 1
|
’001’
|
2007
|
00000001 s.d.
00050001
|
3.
|
Cabang Surabaya 2
|
’002’
|
2007
|
00000001 s.d.
99999999
00000001 s.d.
00000020
|
4.
|
Cabang Medan 1
|
’003’
|
2007
|
00000001 s.d.
00004979
|
5.
|
Cabang Medan 2
|
’004’
|
2007
|
00000001 s.d.
00099998
|
6.
|
Cabang PDKB Batam
|
’005’
|
2007
|
00000001 s.d.
00040005
|
7.
|
Cabang Surabaya 3
|
’006’
|
2007
|
00000001 s.d.
99999999
00000001 s.d.
00000035
|
8.
|
Cabang Medan 3
|
’007’
|
2007
|
00000001 s.d.
05000005
|
Komentar
Posting Komentar